Beberapa orang barat mengambil kepercayaan timur sebagai
agama mereka, selain islam. Berikut kisah maryam binti Noel, seorang wanita
australia yang terlahir dari keluarga yang beragama Baha’i. Agama Baha’i dibuat
oleh Mirza Husayn Ali An-Nur, orang persia, yang kemudian dikenal sebagai
Baha’u’llah (kemulian Allah). Pengikutnya meyakini bahwa ia merupakan
manifestasi ketuhanan, didalam dirinya termasuk Zarathrusta, Budha,yesus, dan
Muhammad, dan ia membawa wahyu yang baru bagi dunia. Bagaimanakah Maryam keluar
dari agama sesat ini?. Berikut ini penuturannya :
A
|
Ku terlahir dari
keluarga Baha’i dan orang tua berlatar belakang Anglo Celtic yang telah masuk
agama baha’i sekitar tahun 60-an. Aku menghabiskan masa kecil ku dengan didik
tentang berbagai macam agama didunia melalui cara pendang Baha’i. Aku berterima
kasih kepada orang tuaku yang telah mendidikku dengan sungguh-sungguh bahwa
berprasangka buruk itu suatu hal yang buruk, bahwa seseorang seharusnya hidup
dengan moral yang baik dan shaleh, pantang untuk memfitnah, minum-minuman keras
dan juga dosa dosa lainnya. Dan dari umur yang belia aku menjadi asyik dengan
kehidupan beragama. Terkecuali masa singkat pembangkanganku pada awal remaja,
aku menjadi sangat religius , walu tidak fanaric,, dan aku menetapkan tujuan
dalam hidupku yaitu untuk menjadi seorang baha’i terbaik yang aku bisa. Dengan
umur yang masih muda diantara lainnya, aku ditunjuk menjadi asisten dakwah
dikomunitas lokalku dan terpilih menjadi anggota majelis lokal spiritual.
Semakin perhatian terhadap karirku, aku memutuskan untuk melayani keperacayaan
Baha’i dalam beberapa cara, dan terpikir olehku untuk menjadi seorang
penerjemah kitab-kitab Baha’i.
Tapi hal yang aneh terjadi. Suatu malam ketika aku
melakukan perjalanan di utara Queesland untuk melakukan apa yang disebut
pelayanan tahunan muda mudi Baha’i. Yaitu suatu kegiatan dimana relawan muda
menyediakan satu tahun penuh untuk melayani dakwah Baha’i sesuai kapasitasnya
aku mulai memanjatkan doa malamku.
Malam itu, cuaca sangat panas dan aku ingat dengungan
kipas angin dan dengungan nyamuk nyamuk serta lalat yang tertarik pada lampu di
sisi tempat tidur. Suatu perasaan mendatangiku dan aku berdoa dengan doa yang
belum pernah kupanjatkan. Aku berikan hidupku pada tuhan dan berkata bahwa yang
aku ingin kan dalam hidupku hanyalah kehendaknya. Aku begitu terpengaruh dengan
perasaan penuh cinta yang tak akan pernah bisa kuterangkan dengan kata kata.
Dia telah menyentuh hidupku dengan kepingan surga, sesuatu yang akan selalu ku
ingat sampai hari kematianku.
Beberapa hari kemudian, aku tak bisa mengingat kapan
secara tepat, tapi hal ini hanya terjadi dalam beberapa hari berikutnya, aku
begitu terdorong untuk mempelajari bahasa arab. Memang aku telah berfikir untuk
menjadi seorang penterjemah baha’i, tapi aku merasa selalu sulit mempelajari
bahasa persia yang kupikir merupakan bahasa yang kerap digunakan dalam
kitab-kitab Baha’i.
Dorongan untuk mempelajari bahasa arab ini datang dari
luar dan aku merasakan petunjuk allah dalam hidupku.
Alhamdulillah, cara Allah memberi petunjuk seseorang
begitu mempesona. Sebelum mulai kuliah, aku memutuskan untuk mencari-cari
sedikit info dan menemukan sebuah toko busana muslim di seberang halte busku
dengan sebuah pengumuman dijendelanya tentang kelas kajian akhwat. Dengan gugup
dan kekhawatiran, aku menelpon toko itu dan menanyakan apakah aku bisa
mengikuti kelas itu, dengan menekankan bahwa aku adalah seorang Baha’i dan
tidak punya keinginan untuk pindah agama, aku sekedar hanya ingin tahu tentang
islam.
Demikianlah, aku mulai menghadiri usrah mingguan untuk
mempelajari Al-quran hadist, fiqh, sirah, bersama para makhluk bercadar dengan
aksen australia normal yang terdengar dari balik hijab mereka. Rasa
ketertarikanku terhadap islam begitu besar dan menakutkanku sendiri. Aku ingin
bergabung dengan para wanita ini dan termasuk mereka dalam agama yang baru
kupelajari ini, disisi lain aku amsih seperti dulu, mengingatkanku bahwa aku
adalah seorang Baha’i, aku tak mungkin masuk islam. Jadi, setelah beberapa
bulan, aku meniggalkan kajian itu dan tak kembali. Aku yakin bahwa ini adalah
ujian dari tuhan, yang mencoba memperkuat diriku agar aku menjadi sorang Baha’i
yang lebih baik.
Selama 2 tahun aku berjuang melawan hasrat untuk masuk
islam, membaca segala yang bisa kuperoleh tentang islam, kemudian mencoba
memahaminya lewat kacamata Baha’i ku. Lambat laun aku mulai bertanya tanya. Aku
menemukan banyak hal yang kupikir atau diajarkan kepadaku bahwa itu adalah
ajaran murni Baha’i. Ternyata mempunyai asal dalam islam. Hal itu seperti
kesetaraan laki-laki dan perempuan walaupun berbeda dalam hal tugas tugas
sosialnya (hal ini memang lebih jelas dalam islam);penghapusan pandangan
rasial; perinah untuk menuntut ilmu; perintah untuk bersosialisasi dengan
masyarakat. Hal-hal ini aku dapatkan telah ada dalam islam, jadi aku mulai
mencari perbedaan antara dua keyakinan ini.
Hal yang mengejutkan adalah masalah pada siapa perhatian
dan focus ibadah ditunjukan. Bagi pengikut Baha’i, walaupun mereka mempunyai
keyakinan tentang keesaan tuhan, aku segera memperhatikan sebuah perbedaan
besar antara perhatian yang difokuskan pada Bahaullah sebuah manifestasi dan
perhatian yang difokuskan pada Allah dalam islam. Aku selalu berusaha keras
sebagai seorang Baha’i untuk memahami konsep bahwa lebih baik bagi doaku untuk dipanjatkan
melalui Bahaullah, untuk mencari petunjuknya dan berkahnya.
Shogi Efendi menulis, “kamu telah bertanya apakah doa
kita dikabulkan di luar Bahaullah; ini semua tergantung apakah kita berdoa
kepada dia (dia disini adalah Bahaullah bukan Allah, beginilah kepercayaan
baha,i menuhankan Bahaullah) secara langsung atau melalui dia kepada tuhan.
Kita bisa melakukan keduanya, kita dapat pula langsung berdoa kepada tuhan,
tapi doa kita tentu akan lebih efektif dan mencerahkan jika doa-doa tersebut
ditunjukan kepada-Nya melalui manifestasi-Nya,Baullah.”
Aku
merasa sulit melakukannya, dan kebanyakan doaku adalah untuk tuhan semata.
Jadi, ketika aku menemukan dalam islam bagaimana ajaran diambil dari Rasul
Allah dan difokuskan kepada Allah, aku rasa ini sesuatu yang alami, natural,
dan cocok begitu saja. Konsep “Manifestasi” sendiri tampak bagiku seperti
inkarnasi dalam Kristen. Kejutan lagi, inilah agama yang mengatakan bahwa
nabi-nabi adalah manusia biasa seperti manusia lainnya, dan Allah semata saja
yang berkuasa dan mengaturnya. Hal ini diekspresikan mulai dari hal-hal yang
mudah, seperti pengulangan zikir alhamdulillah, subhanallah dalam kehidupan
sehari-hari, sampai hal yang benar-benar fundamental yaitu bahwa hanya
Allah-lah semata yang berhak diibadahi. Aku rasa monoteisme tauhid benar-benar
merupakan bentuk yang paling murni dari ibadah, dan aku percaya bahwa keyakinan
Baha’i mencoba mengkom-promikan hal ini dengan mempunyai keyakinan bahwa Allah
adalah esensi yang tak diketahui yang didekati melalui kuil-kuil ibadah yang
berujud manusia sebagai manifestasi. Aku benci mengatakannya tapi inilah
kesyirikan bagiku. Terutama setelah aku meninjau ulang.
Bagaimana
pun juga, aku mulai menemukan bahwa teologi Baha’i tak selamanya jujur. Dalam
usaha untuk mengklaim bahwa semua agama besar didunia ini merupakan bagaian
dari pandangan Baha’i, pembesar baha’i menjadikan hal-hal yang merupakan
masalah fundamental dalam agama lain menjadi sesuatu yang tidak begitu berarti,
atau mereka menginterpretasikannya sacara simbolis sehingga cocok dengan
interpretasi Baha’i (contoh bagus dalam hal ini adalah kiamat);atau mereka
menyatakan pernyataan kontradiksi sehingga apa yang dimaksud oleh peletak dasar
agama lain tersebut hanya sedikit yang diketahui sehingga mereka bisa
membuyarkan apa yang manusia yakini.
Hal yang
akhirnya membuatku menyerah adalah berada dalam lingkungan kemunafikan:
sekelmpok wanita dicegah mendatangi para orang tua pada sebuah rumah jompo,
karena rumah jompo bukanlah tempat para wanita mengajar. Rumah jompo mempunyai kebijakan
pendakwahan agama dalam lingkungannya. Aku menjadi sadar bahwa Baha’i
menawarkan mimpi indah, tapi ia mengabaikan amal terhadap orang yang lemah dan
tak mampu, suatu hal yang kusadari merupakan salah satu bidang amal suatu
agama.
Shogi
Effendi menulis,”....pertama, setiap pengikut bebas untuk mengikuti kata
hatinya bagaimana ia hendak menghabiskan uangnya. Kedua, kita tetap harus ingat
bahwa hanya ada sedikit Baha’i didunia, dan banyak orang yang membutuhkan, jadi
bahkan jika kita semua memberikan semua yang kita punya, hal ini tak akan
meringankan penderitaan kecuali hanya sedikit saja. Ini bukan berarti kita
tidak boleh menolong orang yang membutuhkan, kita seharusnya melakukannya; tapi
kontribusi kita terhadap keimanan merupakan cara yang pasti untuk mengenyahkan
kelaparan dan penderitaan umat manusia untuk selamanya; yaitu hanya melalui
sistem Bahullah-lah, sehingga dunia berda dibawah kakinya, maka ketakutan,
keinginan.kelaparan, perang akan musnah. Selain baha’i tidak bisa bekerjasama
dengan kita atau melakukannya untuk kita; jadi, kewjiban pertama kita adalah
mendukung kerja dakwah kita sendiri, sehingga kita menjadi pemimpin penyembuh
bangasa-bangsa.”
Ini
tentu saja kontradiksi dengan ajaran islam yang begitu menganjurkan orang yang
lemah.
Demikianlah,
pada 9 november 1997, aku mengucapkan syahadat didepan para wanita muslimah
yang telah memberikan kesempatan bagiku untuk mencicipi islam dua tahun lalu,
dan alhamdulillah aku menjadi seorang muslim
alhamdulillah
BalasHapus