Jumat, 29 Juni 2012

KELUAR DARI KESYIRIKAN BAHA’I



Beberapa orang barat mengambil kepercayaan timur sebagai agama mereka, selain islam. Berikut kisah maryam binti Noel, seorang wanita australia yang terlahir dari keluarga yang beragama Baha’i. Agama Baha’i dibuat oleh Mirza Husayn Ali An-Nur, orang persia, yang kemudian dikenal sebagai Baha’u’llah (kemulian Allah). Pengikutnya meyakini bahwa ia merupakan manifestasi ketuhanan, didalam dirinya termasuk Zarathrusta, Budha,yesus, dan Muhammad, dan ia membawa wahyu yang baru bagi dunia. Bagaimanakah Maryam keluar dari agama sesat ini?. Berikut ini penuturannya :
A

Ku terlahir dari keluarga Baha’i dan orang tua berlatar belakang Anglo Celtic yang telah masuk agama baha’i sekitar tahun 60-an. Aku menghabiskan masa kecil ku dengan didik tentang berbagai macam agama didunia melalui cara pendang Baha’i. Aku berterima kasih kepada orang tuaku yang telah mendidikku dengan sungguh-sungguh bahwa berprasangka buruk itu suatu hal yang buruk, bahwa seseorang seharusnya hidup dengan moral yang baik dan shaleh, pantang untuk memfitnah, minum-minuman keras dan juga dosa dosa lainnya. Dan dari umur yang belia aku menjadi asyik dengan kehidupan beragama. Terkecuali masa singkat pembangkanganku pada awal remaja, aku menjadi sangat religius , walu tidak fanaric,, dan aku menetapkan tujuan dalam hidupku yaitu untuk menjadi seorang baha’i terbaik yang aku bisa. Dengan umur yang masih muda diantara lainnya, aku ditunjuk menjadi asisten dakwah dikomunitas lokalku dan terpilih menjadi anggota majelis lokal spiritual. Semakin perhatian terhadap karirku, aku memutuskan untuk melayani keperacayaan Baha’i dalam beberapa cara, dan terpikir olehku untuk menjadi seorang penerjemah kitab-kitab Baha’i.
            Tapi hal yang aneh terjadi. Suatu malam ketika aku melakukan perjalanan di utara Queesland untuk melakukan apa yang disebut pelayanan tahunan muda mudi Baha’i. Yaitu suatu kegiatan dimana relawan muda menyediakan satu tahun penuh untuk melayani dakwah Baha’i sesuai kapasitasnya aku mulai memanjatkan doa malamku.
            Malam itu, cuaca sangat panas dan aku ingat dengungan kipas angin dan dengungan nyamuk nyamuk serta lalat yang tertarik pada lampu di sisi tempat tidur. Suatu perasaan mendatangiku dan aku berdoa dengan doa yang belum pernah kupanjatkan. Aku berikan hidupku pada tuhan dan berkata bahwa yang aku ingin kan dalam hidupku hanyalah kehendaknya. Aku begitu terpengaruh dengan perasaan penuh cinta yang tak akan pernah bisa kuterangkan dengan kata kata. Dia telah menyentuh hidupku dengan kepingan surga, sesuatu yang akan selalu ku ingat sampai hari kematianku.
            Beberapa hari kemudian, aku tak bisa mengingat kapan secara tepat, tapi hal ini hanya terjadi dalam beberapa hari berikutnya, aku begitu terdorong untuk mempelajari bahasa arab. Memang aku telah berfikir untuk menjadi seorang penterjemah baha’i, tapi aku merasa selalu sulit mempelajari bahasa persia yang kupikir merupakan bahasa yang kerap digunakan dalam kitab-kitab Baha’i.
            Dorongan untuk mempelajari bahasa arab ini datang dari luar dan aku merasakan petunjuk allah dalam hidupku.
            Alhamdulillah, cara Allah memberi petunjuk seseorang begitu mempesona. Sebelum mulai kuliah, aku memutuskan untuk mencari-cari sedikit info dan menemukan sebuah toko busana muslim di seberang halte busku dengan sebuah pengumuman dijendelanya tentang kelas kajian akhwat. Dengan gugup dan kekhawatiran, aku menelpon toko itu dan menanyakan apakah aku bisa mengikuti kelas itu, dengan menekankan bahwa aku adalah seorang Baha’i dan tidak punya keinginan untuk pindah agama, aku sekedar hanya ingin tahu tentang islam.
            Demikianlah, aku mulai menghadiri usrah mingguan untuk mempelajari Al-quran hadist, fiqh, sirah, bersama para makhluk bercadar dengan aksen australia normal yang terdengar dari balik hijab mereka. Rasa ketertarikanku terhadap islam begitu besar dan menakutkanku sendiri. Aku ingin bergabung dengan para wanita ini dan termasuk mereka dalam agama yang baru kupelajari ini, disisi lain aku amsih seperti dulu, mengingatkanku bahwa aku adalah seorang Baha’i, aku tak mungkin masuk islam. Jadi, setelah beberapa bulan, aku meniggalkan kajian itu dan tak kembali. Aku yakin bahwa ini adalah ujian dari tuhan, yang mencoba memperkuat diriku agar aku menjadi sorang Baha’i yang lebih baik.
            Selama 2 tahun aku berjuang melawan hasrat untuk masuk islam, membaca segala yang bisa kuperoleh tentang islam, kemudian mencoba memahaminya lewat kacamata Baha’i ku. Lambat laun aku mulai bertanya tanya. Aku menemukan banyak hal yang kupikir atau diajarkan kepadaku bahwa itu adalah ajaran murni Baha’i. Ternyata mempunyai asal dalam islam. Hal itu seperti kesetaraan laki-laki dan perempuan walaupun berbeda dalam hal tugas tugas sosialnya (hal ini memang lebih jelas dalam islam);penghapusan pandangan rasial; perinah untuk menuntut ilmu; perintah untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Hal-hal ini aku dapatkan telah ada dalam islam, jadi aku mulai mencari perbedaan antara dua keyakinan ini.
            Hal yang mengejutkan adalah masalah pada siapa perhatian dan focus ibadah ditunjukan. Bagi pengikut Baha’i, walaupun mereka mempunyai keyakinan tentang keesaan tuhan, aku segera memperhatikan sebuah perbedaan besar antara perhatian yang difokuskan pada Bahaullah sebuah manifestasi dan perhatian yang difokuskan pada Allah dalam islam. Aku selalu berusaha keras sebagai seorang Baha’i untuk memahami konsep bahwa  lebih baik bagi doaku untuk dipanjatkan melalui Bahaullah, untuk mencari petunjuknya dan berkahnya.
            Shogi Efendi menulis, “kamu telah bertanya apakah doa kita dikabulkan di luar Bahaullah; ini semua tergantung apakah kita berdoa kepada dia (dia disini adalah Bahaullah bukan Allah, beginilah kepercayaan baha,i menuhankan Bahaullah) secara langsung atau melalui dia kepada tuhan. Kita bisa melakukan keduanya, kita dapat pula langsung berdoa kepada tuhan, tapi doa kita tentu akan lebih efektif dan mencerahkan jika doa-doa tersebut ditunjukan kepada-Nya melalui manifestasi-Nya,Baullah.”
            Aku merasa sulit melakukannya, dan kebanyakan doaku adalah untuk tuhan semata. Jadi, ketika aku menemukan dalam islam bagaimana ajaran diambil dari Rasul Allah dan difokuskan kepada Allah, aku rasa ini sesuatu yang alami, natural, dan cocok begitu saja. Konsep “Manifestasi” sendiri tampak bagiku seperti inkarnasi dalam Kristen. Kejutan lagi, inilah agama yang mengatakan bahwa nabi-nabi adalah manusia biasa seperti manusia lainnya, dan Allah semata saja yang berkuasa dan mengaturnya. Hal ini diekspresikan mulai dari hal-hal yang mudah, seperti pengulangan zikir alhamdulillah, subhanallah dalam kehidupan sehari-hari, sampai hal yang benar-benar fundamental yaitu bahwa hanya Allah-lah semata yang berhak diibadahi. Aku rasa monoteisme tauhid benar-benar merupakan bentuk yang paling murni dari ibadah, dan aku percaya bahwa keyakinan Baha’i mencoba mengkom-promikan hal ini dengan mempunyai keyakinan bahwa Allah adalah esensi yang tak diketahui yang didekati melalui kuil-kuil ibadah yang berujud manusia sebagai manifestasi. Aku benci mengatakannya tapi inilah kesyirikan bagiku. Terutama setelah aku meninjau ulang.
            Bagaimana pun juga, aku mulai menemukan bahwa teologi Baha’i tak selamanya jujur. Dalam usaha untuk mengklaim bahwa semua agama besar didunia ini merupakan bagaian dari pandangan Baha’i, pembesar baha’i menjadikan hal-hal yang merupakan masalah fundamental dalam agama lain menjadi sesuatu yang tidak begitu berarti, atau mereka menginterpretasikannya sacara simbolis sehingga cocok dengan interpretasi Baha’i (contoh bagus dalam hal ini adalah kiamat);atau mereka menyatakan pernyataan kontradiksi sehingga apa yang dimaksud oleh peletak dasar agama lain tersebut hanya sedikit yang diketahui sehingga mereka bisa membuyarkan apa yang manusia yakini.
            Hal yang akhirnya membuatku menyerah adalah berada dalam lingkungan kemunafikan: sekelmpok wanita dicegah mendatangi para orang tua pada sebuah rumah jompo, karena rumah jompo bukanlah tempat para wanita mengajar. Rumah jompo mempunyai kebijakan pendakwahan agama dalam lingkungannya. Aku menjadi sadar bahwa Baha’i menawarkan mimpi indah, tapi ia mengabaikan amal terhadap orang yang lemah dan tak mampu, suatu hal yang kusadari merupakan salah satu bidang amal suatu agama.
            Shogi Effendi menulis,”....pertama, setiap pengikut bebas untuk mengikuti kata hatinya bagaimana ia hendak menghabiskan uangnya. Kedua, kita tetap harus ingat bahwa hanya ada sedikit Baha’i didunia, dan banyak orang yang membutuhkan, jadi bahkan jika kita semua memberikan semua yang kita punya, hal ini tak akan meringankan penderitaan kecuali hanya sedikit saja. Ini bukan berarti kita tidak boleh menolong orang yang membutuhkan, kita seharusnya melakukannya; tapi kontribusi kita terhadap keimanan merupakan cara yang pasti untuk mengenyahkan kelaparan dan penderitaan umat manusia untuk selamanya; yaitu hanya melalui sistem Bahullah-lah, sehingga dunia berda dibawah kakinya, maka ketakutan, keinginan.kelaparan, perang akan musnah. Selain baha’i tidak bisa bekerjasama dengan kita atau melakukannya untuk kita; jadi, kewjiban pertama kita adalah mendukung kerja dakwah kita sendiri, sehingga kita menjadi pemimpin penyembuh bangasa-bangsa.”
            Ini tentu saja kontradiksi dengan ajaran islam yang begitu menganjurkan orang yang lemah.
            Demikianlah, pada 9 november 1997, aku mengucapkan syahadat didepan para wanita muslimah yang telah memberikan kesempatan bagiku untuk mencicipi islam dua tahun lalu, dan alhamdulillah aku menjadi seorang muslim

1 komentar:

 

Pengikut